Membumikan Aswaja di Bumi Nusantara untuk Menangkal Gerakan Radikalisme

Dewasa ini, memang kita sering mendengar gerakan pembaharuan islam dan pemurnian ajaran-ajaran islam dengan slogan-slogan “Kembali ke Al-Quran dan Al-Hadits”. Memang sumber dan dalil hukum yang wajib diagungkan ialah Al-Quran dan Hadis dan sudah menjadi ketetapan yang haq bagi umat islam. Namun, pengagungan terhadapnya tidaklah sama dengan penggalian hukum-hukum dari Qur’an dan Hadis sehinga setiap muslim yang mengagungkan dan mensucikannya tidak otomatis menjadi seorang yang ahli untuk memahami dan menyimpulkan hukum-hukum dari keduanya secara benar. Hanya para ulama yang memenuhi syarat dalam berijtihad yang boleh menggali dan menyimpulkan hukum secara langsung darinya, sedangkan kewajiban umat muslim yang masih awam adalah bertanya kepada ahlinya jika tidak mengetahui dan mematuhi petunjuk para ulama tersebut khususnya dalam mengikuti salah satu dari empat mahdzab fikih yang paling banyak dianut di daerahnya. (https://www.nu.or.id/post/read/104842/umat-islam-jangan-tertipu-slogan-kembali-pada-quran-dan-hadits, 25 Juli 2019)

Kita boleh memakai mobil baru, baju baru, dan lain-lain yg berasal dari luar negeri. Akan tetapi, untuk urusan akidah kita tetap mengikuti apa yang sudah dicontohkan oleh nenek moyang kita dahulu, yaitu ahlussunnah wal jamaah an nahdliyah. Ini sudah menjadi suatu ketetapan yang tidak bisa ditolerir oleh kita sebagai warga Nahdliyyin.

Dalam ceramah bertajuk “Membumikan Aswaja di Bumi Nusantara untuk Menangkal Gerakan Radikalisme” yang diisi oleh K. H. Kholid Ar-Rifa’i, pimpinan Forum Kyai Muda Nahdlatul Ulama Kota Tangerang Selatan dan seorang pengurus di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Pusat, dikatakan bahwa dahulu, ada 3 kubu pasca pembunuhan Khalifah Ustman, yaitu kubu Sayyidina Ali bin Abi Thalib sebagai penerus kekhalifahan keempat, kubu Muawiyah sebagai oposisi, dan Kaum khawarij. Kaum khawarij inilah yang memusuhi kedua kubu tersebut. Kaum ini berniat membunuh Muawiyah dan Sayyidina Ali, tetapi yang berhasil dibunuh hanya Sayyidina Ali karena pada waktu itu Muawiyah tidak jadi sholat subuh berjamaah di masjid. Sayyidina Ali dibunuh oleh Ibnu Muljam, seorang hafidz quran dan sangat taat beribadah. Alasannya, karena Sayyidina Ali mau menerima perdamaian dengan Muawiyah untuk menyerahkan kekuasaannya sebagai khalifah keempat sehingga dihalalkan darahnya untuk dibunuh. Padahal, Sayyidina Ali melakukan perjanjian perdamaian dengan Muawiyah agar tidak terjadi pertumpahan darah di antara rakyatnya.

Lalu, kelompok khawarij juga disebut kelompok tekstual karena hanya memahami Al-Quran secara teksnya saja tanpa batiniahnya. Kelompok ini terus-menerus menyempal ke berbagai golongan, mulai dari takfiri, tahdiqi, dan lain-lain hingga muncullah kelompok yang dinamakan Wahabi yang kini disebut Salafi dengan tokoh utamanya Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, dan Hasan Al-Banna. Kelompok salafi ini dibagi menjadi dua, yaitu salafi haraqi dan salafi suqudi. Salafi Haraqi, contohnya Isis dan HTI yakni kaum yang menghalalkan perang, sedangkan salafi suqudi ini merupakan kaum yang mengharamkan perang, tetapi suka membidahkan amalan-amalan ahlussunnah wal jamaah an-nahdliyah (re: amalan-amalan NU) seolah-olah mereka paling benar karena beranggapan hanya dalil dari al-quran dan al-hadits sehingga menolak qiyas ulama. Kaum ini disebut juga kaum militan. Mereka yang tidak suka yasinan, tahlilan, dan amalan-amalan ala islam nusantara yang lain.

Dalam suatu penelitian yang disebutkan oleh beliau, rata-rata sekitar 76% siswa di Indonesia bahwa Indonesia mau diubah menjadi khilafah. Sekitar 84% dosen di Indonesia mau bahwa Indonesia akan dijadikan khilafah. Sebagai generasi muda kita wajib melindungi dari paham-paham ini dan tetap berpegang teguh kepada paham ahlussunnah wal jamaah an nahdliyah. Seperti yang kita ketahui bahwa akidah aswaja ada 3 poin, yaitu
1. Akidah
Dalam hal ini, kaum nahdliyyin menganut akidah asy’ariyyah dan maturidiyah. Ciri pemikirannya adalah wujud Allah (Tiada yang menyamai Allah baik di bumi maupun di langit dalam wujud apapun). Umumnya, kelompok Wahabi menganggap Allah ada bentuknya, tetapi tidak boleh membayangkannya seperti apa. Tentunya hal ini susah karena ibarat menyebut sebuah meja yang kita tahu bentuknya tapi tidak boleh membayangkannya seperti apa. Pemikiran ini disebut pemikiran mujassima’, yaitu menganggap Tuhan itu berbentuk.
Apapun yg ada di pikiran kita mengenai Allah, tentunya tetap tidak boleh dibayangkan. Seperti yang termaktub dalam surat Asy Syu’ara ayat 11, yaitu Laisa Kamitsihi Syaiun Wa Huwas Samii’ul Bashiir. Artinya : Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Melihat. Lalu ada juga pemikiran kelompok Wahabi mengenai Alaa arsys tawaa, yaitu Allah bersemayam di atas arsy. Hal ini menafsirkan kursinya seolah-olah kursi seorang raja. Maka hal ini tentunya kurang benar karena Allah itu lebih besar daripada apapun.
Dalam akidah aswaja yang wujud hanya 1 yaitu Allah (ada dengan sendirinya), kalau kita maujud (diadakan). Allah terdiri dari 4 huruf (1) Alif = pertama, (2) Lam = Lillah, (3) Lam = Lahu, (4) Hu = Hu (nama lain dari Allah, yaitu dzikir yang sering diucapkan para ahli sufi). Dalam ayat kursi ada dhomir hu dan dhomir hi. Keempat huruf ini semuanya artinya sama, yakni Allah.
2. Ibadah
Mengikuti imam mahdzab 4, yaitu Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan Hambali. Kelompok Wahabi tidak mau bermahdzab sehingga langsung kepada Al-Quran dan Hadis karena mereka menganggap itu hanya pemikiran manusia. Padahal, tentunya sebagai umat muslim yang keilmuannya jauh dari kata kurang, kita wajib mengikuti para ulama terdahulu dan bertanya apabila ada yang dirasa kurang mengerti kepada kyai/ulama.
3. Rohaniah/spiritual
Dalam ilmu tasawuf, kaum ahlussunnah wal jamaah an nahdliyah mengikuti Syekh Imam Junaid Al Baghdadi dan Syekh Hujjatul Islam Imam Al Ghozali. Namun, kaum wahabi tidak mau mengakui ilmu tasawuf karena dianggap sesat.

Inilah 3 poin dari konsep ahlussunnah wal jama’ah an nahdliyah. Ini bisa dijadikan benteng dalam menghadapi gerakan-gerakan paham radikalisme yang saat ini kajian mereka telah memasuki kampus-kampus. Dahulu, hanya dari satu rumah ke rumah. Gerakan mereka begitu masif dan semakin cepat, kita masih banyak terlena terutama dakwah via medsosnya masih kalah jauh dengan mereka. Kita muridnya para ulama sehingga kita harus bangkit, meneruskan ajaran ulama, dan memberikan pencerahan kepada sesama.

Sumber :
1. Ceramah agama bertemakan Membumikan Aswaja di Bumi Nusantara untuk Menangkal Gerakan Radikalisme oleh K. H. Kholid Ar-Rifa’i, pimpinan Forum Kyai Muda NU Kota Tangerang Selatan dan pengurus PBNU Pusat di Masjid As-Shaff, Emerald, Bintaro (24/07/2019)
2. https://islam.nu.or.id/post/read/102147/sejarah-kelompok-khawarij-1-definisi-dan-julukan-julukan-mereka
3. https://www.nu.or.id/post/read/104842/umat-islam-jangan-tertipu-slogan-kembali-pada-quran-dan-hadits

Ahmad Reza Azizi

Mahasiswa Ikatan Mahasiswa Nahdilyyin (IMAN) Politeknik Keuangan Negara STAN

You might also like

Leave A Reply

Your email address will not be published.